Blaise Cendrars (1887-1961)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=505

KAMI TAK MAU SEDIH-SEDIH
Blaise Cendrars

Kami tak mau sedih-sedih
Itu terlalu mudah
terlalu bodoh
gampang saja.

Untuk itu terlalu banyak kesempatan
Salahnya tak ada
Setiap orang sedih
Kami tak mau sedih lagi.

Blaise Cendrars (1887-1961), penyair Perancis dari Swiss yang terpengaruh aliran surrealis Amerika. Seorang yang doyan mengembara di Eropa juga menjelajahi Amerika Utara dan Selatan. Di setiap Negeri yang disinggahi bukan sosok pelawat, tapi menyerupai anak negeri sendiri. Mata pencahariannya tukang penjual barang, disamping memberikan kuliah &lsb. Ketika balik di Prancis menjalani hidup memencil dari masyarakat, sehingga mendapat julukan “manusia paling sepi di dunia.” Fahamnya akan sajak-sajak ialah hasil dari gerak dan bukan buah renungan pasif. Di samping bersajak pun menulis roman, kisah perjalanan serta mempunyai perhatian besar terhadap film. Jiwa ciptanya wujud perpaduan jurnalistik dengan kesusastraan. {dari Puisi Dunia, jilid I, disusun M. Taslim Ali, Balai Pustaka, 1952}.
***

Peristiwa makna puitik serupa tumbuhnya bulir-bulir keringat yang menetes dari tubuh sehat kerja keras bersemangat. Ada tak mungkin tertangkap seluruh jika sekadar duga prasangka pun firasat, meski berasal jiwa-jiwa cerdas.

Daging bersimpan kenangan sejarah silam denyut rangsangan masa depan, diolah menjelma daya inspirasi kental berwarna alami. Dapat dipastikan kesungguhan niat tak seberapa, jika belum terejawantah realita.

Ini kesemarakan wujud jasadiah penuh nyanyian puitik. Yang tersaksikan adanya nilai menggelitik sukma ke batas tertentu, memaksa keluar sedalam cipta karya keharusan dikata.

Menjadi titik berat kata-kata sederhana mampu menggugah dahi cemerlang, tercerahkan timbunan laku di balik pantulan kebijakan sedenyar pesona; Cendrars gagah tiada keraguan.

Kata-kata sedari debu gurun perjalanan lebih menusuk mata daripada mendekap dalam sanubari, tapi tak menggerakkan dinaya penghayatan.

Tapak langkah kaki dimatangkan angin musim hembusan rindu berabadi, gairah menguliti detik-detik waktu bersetubuh, bumi menjadi ladang pengetahuan tak habis dipunggah ke altar ilmu.

Sesosok kembara; insan tak pernah puas mengupas hayati, gatal tak cukup selesai hanya digaruk, bukan dibakar lantas melantak hangus, namun dipanasi dalam periok pengalaman yang kian hari mengetahui suhu drajad keseimbangan.

Kematangan fikiran berasal titian tandas mentalitas ditempa berulang menjelmakan pamor. Dan para hadirin tak sekadar dapati keuletan bathianniah, kesemangatannya tak rampung dilencungan usia.

Semuanya atas dorongan kuat mempurnakan harkat insani tangguh berwibawa, bukan dari pemberian pun kesempatan waktu berpeluang.

Cendrars menjajaki lingkungan sekitar menguji diri pertajam sudut kegagalan jikalau diraih, semacam peneliti kasus tabrak lari mengamati barang bukti sekeliling, diresapi terus menggali kemungkinan mencermati benang kusut di meja penjahit yang hidupnya pas-pasan.

Denting Zippo menyulut ujung rokoknya, sedang lumatan Whisky di lidah hangat memacu kelenjar syaraf berkelana mengikuti jejak para kembara angin purba. Ada kerenyutan nalar dikala dahi berkerut memutari pola penalaran sempat ditemui di tengah jalan.

Manakala kelelahan tidur lelap didatangi mimpi menyerupai rumusan hidup atas perkara dihadapi, bukan kepenatan suntuk ketakpulasan. Tapi bayangan menterjemah yang sebelumnya sulit terjabarkan hasrat, serupa bayu lembut meniup jiwa awan digoyang ketentuan menetapkan pengertian.

Demikian kembara menunaikan hari-hari menata batu kenang, demi tempat tinggal ruhaniah tersemat pada pundaknya suatu gelar; manusia paling sepi di dunia.

Kematangan berolah rasa keringat bukan bacaan semata, maka sikap kata-katanya mampu mengangkat perasaan di antariksa pembaca dari usaha memenuhi kebutuhan. Yang tergurat melewati penggalan kemungkinan, hadir kesederhanaan.

Puisinya di atas telah menyatu parang waktu perubahan masa yang tajam memudahkan diri menebang keraguan, memenggal kecengengan. Pilihan hidup merangsek matahari sancapai ujung senja harapan.

Semua terperoleh kasunyatan atas kewaspadaan terjaga dari kesimpangsiuran pendapat. Pribadinya ditakdirkan berbatuan keras hayati, berkemampuan meringkas isyarat memadatkan yang berkisaran di genggaman tangan keyakinan penuh juang.

Seakan mata angin tak mampu mengendalikan kaki-kakinya melangkah oleh mengendarai ribuan peristiwa dengan lincah, layaknya berselancar di ketinggian gelombang daya tarik dan ombak perasaan was-was.

Tatapan matanya tajam demikian santun, rautnya tampak usia purna gurauan licik perikehidupan jalang. Aku menyebut bapak pengalaman puitik yang tanpa pesona rayuan jelita kemanjaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *