Igor Stravinsky (1882-1971)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=440


Igor Fyodorovich Stravinsky (17 Juni 1882 – 6 April 1971) komponis berkebangsaan Rusia. Menjadi terkenal di majalah TIME, punya hobi mengubah-ubah ketukan, manakala mengeksploitasi elemen ritme. Kali ini aku ditemani dentingan pianis Yuja Wang lewat You Tube pada permainannya Petrouchka. Atau Petrushka, balet dengan musik komposer Igor Stravinsky. Petrushka ialah kisah boneka tradisional Rusia yang terbuat dari jerami, dengan sekantong serbuk gergaji sebagai tubuh, tapi datang untuk hidup mengembangkan emosi. Cerita dangkal menyerupai Pinokio, namun mungkin ada banyak kesamaan Mary Shelley’s Frankenstein. Menurut Andrew Wachtel: Petrushka adalah sebuah karya memadukan musik, balet, koreografi dan sejarah dalam keseimbangan sempurna. Ini mirip Richard Wagner’s Gesamtkunstwerk, dengan pendekatan Rusia. {meramu dari http://en.wikipedia.org/wiki/Petrushka_%28ballet%29}

Musik Petrushka semata-mata musik, ia berada di hadapan penyair musik dan tidak dalam hatinya. Tidak menimbulkan fikiran-fikiran maupun lukisan-lukisan, semata-mata obyektif, ia bukan komentar libretto, sebaliknya librerttolah memberikan komentar.
Suatu pribadi aneh. Tak bisa disangkal lagi ia ialah seni musik paling besar dijaman ini. Stravinsky berada jauh dari romantisme dan impressionisme. Padanya musik merupakan tenaga bebas, seperti hitungan matematis atau berfikir logis, gaya berat atau angin. Ia lepas dari manusia-, bukan subyektivisme-, lepas dari dunia- bukan pelukisan. Ia tidak hendak menganalisa jiwa, tidak melukiskan benda-benda, tapi semata-mata memberikan bunyi. Seni Stravinsky tidak memperlihatkan evolusi. Tiap ciptaannya selamanya baru, berbeda dengan sebelumnya. Tiap komposisi bisa dipandang berdiri sendiri. {J. Van Ackere, buku Musik Abadi, terjemahan J. A. Dungga, Gunung Agung Djakarta, tahun lenyap, judul buku aslinya Eeuwige Muziek, diterbitkan N.V. Standaard-Boekhandel, Antwerpen, Belgie}
***

Musik Stravinsky sepenuhnya mengajak berfikir atas kecerdasan manusiawi. Yang disenandungkan bukan gugusan kalbu merindu, ada suatu keganjilan hidup.

Masa depan baginya dapat dinalar dengan keluar dari hati. Tak ada mimpi-mimpi, seluruhnya otak dinamis.

Nafas-nafas logika, percepatan kelembutan hukum pasti, susunan gemintang di tempat masing-masing.

Namun dengan jarak tertentu dapat ditangkap lukisan, meski kering. Sapuan kuas nada-nada serba dihitung, tampak memberi rerongga nafas, walau terlihat kaku.

Ketika musiknya telah menyatu di ingatan penyimak, didapatilah pesona. Ketakjuban memeriksa padatan kerja, diterima betapa indah bagi pribadi dinamis.

Hidup menanjak, grafik meminta kecermatan, demi tatanan ruang dimanfaatkan berkesungguhan hayati.

Pastinya tidak memiliki rayuan kalbu, kecuali terpantul dari fikiran. Harapan dari anganan alot berkehati-hatian memondasi serupa sketsa bangunan yang dicanangkan.

Tidak lebih taksiran matematis, ruang diisi penyelidikan berulang, pemeriksaan kesampingkan perasaan, tinggal ada keseimbangan fikir.

Bertenaga dari badan logis, permainan menerbitkan keindahan lain, sebuah musik yang tetap manusiawi.

Ketika Stravinsky menyuguhkan musiknya dengan mengangkat cerita Petrushka, benar-benar hidup.

Pengkolaborasi saling perkuat nilai-nilai yang ada, dari hikayat rakyat, pekerti filosofis pula keanggunan alam.

Sehingga yang tampak kering masih bersimpan nafas kenangan, serta kekakuan mempercantik meditasinya.

Apalagi dibantu tarian balet juga yang memainkan perempuan. Olehnya sejarah pendukung musiknya bernafasan terindah.

Seakan kecemerlangan gedung-gedung bertingkat, jembatan layang menghubungkan pulau-pulau, atau patung termegah di tengah kota.

Ada yang berhembus darinya, meski tidak berangkat dari garis emosional.

Pada diri Stravinsky tercermin pencari rumus, kerap menemukan dari penyelidikannya ke ruang-ruang buntu.

Bagian-bagian temuannya dipadatkan semisal ahli matematika mencari teori baru, untuk lebih mudah dicerna dari rumusan sebelumnya.

Ia bukan penyair musik yang mengikuti naluri angin perubahan bathin, bukan pengembara tubuh dirasa, lantas dituangkan berupa karya.

Tapi bunyi-bunyian diselidikinya dalam laboratorium nada-nada masuk akal. Sisi pelajar yang patuh aturan dengan tidak lupa mencurigai hasil usaha.

Di sinilah rahasianya, kenapa setiap ciptaannya selalu baru, berbeda dengan perolehan-perolehan di muka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *