Puisi-Puisi Hamid Jabbar

LAPANGAN RUMPUT, SISA EMBUN DAN MASA KANAK-KANAK

Lapangan rumput, sisa embun dan masa kanak-
kanak menggelinding bagai bola, serangga tak
bernama, impian-impian dan entah apa-apa.
Menggelinding bagai bola, sebuah lomba tentang
bahagia, gol dan sukses, tetapi yang terjaring adalah
nasib dan bukan tidak apa-apa. Peluit tidak
berbunyi, aturan-aturan dibuat dan dimakan,
mengenyangkan isi kepala yang menggelinding dari
sudut ke sudut. Tendang dan kejar. Tendang dan
menggelepar. Batu dan kaca. Kaca dan mata. Pecah
dan luka. Menggelinding bagai bola, sebuah lomba
tentang bahagia, tetapi dunia jadi embun masa
kanak-kanak, rumputan dan serangga dan sejuta
suara warna-warna dan impian-impian
menggelembung jadi sesuatu yang bernama luka,
tetapi bahagia, bukan, bukan-bukan, ternyata kuda-
kuda memakan rumput dan meninggalkan embun
dalam ringkiknya.

“Hidup bung, merdeka atau mati…”

1978
Horison, no. 4, th XVIII, April 1983

DI TAMAN BUNGA, LUKA TERCINTA

Di taman bunga, cinta dan luka
mekar juga bersama. Para pelayat
melebur-cucurkan rindunya bersama
gaung serangga. Seperti berlagu

Kanak-kanak dari surga menyapa
embun dan kabut. Seperti malaikat
hinggap pada mainan kanak-kanak
di taman bunga, luka tercinta

Dan kau terbaring di sana, kekasih
di kelopak mimpi, kemanusiaan, masih…

1981
Horison, no. 4, th XVIII, April 1983

BANYAK ORANG MENANGIS KEKASIH

banyak orang menangis, kekasih, banyak orang
menangis sepanjang gang sepanjang hari-hari
menangis seperti ayam, di matamu, banyak orang
mengalir sepanjang lambai sepanjang sangsai
meleleh di pipimu, kekasih, di pipimu sayang
banyak orang dalam tangis rasa-tak-sampai
membadai

badai orang begitu perih menagis sepanjang gang
badai ayam begitu letih berkotek berkandang-
kandang
badai pipimu begitu pedih meraih sesayat terang
kekasih, sementara hanyalah ini: gerimis sunyi dan sekalah matamu dan eramlah telur
Columbusmu
benua sayang
surga yang hilang!

1981
Horison, no. 4, th XVIII, April 1983
Keterangan postingan PuJa: tiga puisi di atas di ambil dari buku bertitel TONGGAK, Antologi Puisi Indonesia Modern 4, editor Linus Suryadi AG.

Hamid Jabbar, Lahir tanggal 27 Juli 1949 di Kota Gadang, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Meninggal dunia di atas panggung, kala membaca puisi di Universitas Islam Negeri Jakarta, pada pukul 23.00, tanggal 29 Mei 2004 dalam usia 55 tahun.

One Reply to “Puisi-Puisi Hamid Jabbar”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *